PERUNG, AREK SURABAYA YANG MALU MATI
(...) perkara berjuang sampai mati, itu diinterpretasi arek-arek Suroboyo dengan sumpah, yaitu “merdeka
atau mati”. Tapi apa interpretasinya ? Macem-macem. Ada rakyat biasa yang ikut
kita (dalam Pertempuran Surabaya 1945), kebetulan menjadi sopir (kesatuan
PTKR/Polisi Tentara Keamanan Rakyat). Kita namai dia Perung (telinganya “bengkok”) karena dilahirkan dengan
(bantuan ditarik) tang. Itu seperti Subandrio (menteri luar negeri RI jaman
Soekarno) yang juga perung. Pada hari
itu, 10 November 1945, Perung (ikut mengalami) dibom, dimeriam, ditembaki dari
atas. Itu
dia kena kakinya, sampai tulangnya keluar. Saya lihat (Perung).
Merdeka,
Pak Hario! Saya tolong
…. (sambil memberi
hormat dengan tangan karena Hario Kecik adalah wakil komandan PTKR)
(Saya jawab) Yo, wis. Ojok kuatir.
Saya
malu mati ! (ujar Perung)
Coba bayangkan : saya
malu mati !!! Itu interpretasinya rakyat biasa, bukan kita sebagai intelektual.
Mengritik juga. Semua kita kritik. Seperti
itu “merdeka atau mati” dikritik, wah itu cuma bombastis saja. Tapi rakyat yang
menginterpretasikan, yang mengalami sendiri:
Saya malu mati, karena masih ingin
membunuh Belanda sama Inggris.
Dan
itu tidak betul, tidak betul kalau Belanda itu menunggangi Inggris pada 10
November (1945 di Surabaya). (Pada) 10 November (1945 itu) belum ada (kekuatan
militer ) Belanda ! Belanda belum ada. Belanda
masih menyusun kekuatannya. Dan (kesatuan khusus militer Belanda) Divisi
7 Desember belum kembali (dari pelatihannya di AS). Dan orang-orang
(Belanda) dari Prisonners of War
(POW-nya tentara pendudukan Jepang) belum kembali. Jadi bersih pertempuran kita
pada 10 November dan sebelumnya itu (pertempuran 3 hari di akhir Oktober 1945
yang melumpuhkan pasukan Inggris di bawah Jenderal Mallaby) dengan Inggris,
tidak dengan Belanda. Itu (yang) diputar-balikkan oleh orang-orang yang ingin
menulis yang macam-macam.
Jadi saudara-saudara,
semua itu perlu ditinjau. Historical approach. Dan, the past is the key to the present. Tapi KEY
! KEY ! Bukan the past to the present. Tidak. KEY!
Kita yang harus pandai membukanya. Dan untuk pandai membukanya itu harus mengerti
betul scientifically. Otak,
saudara-saudara.[Petikan pidato Hario Kecik di Gedung Juang 45, Jakarta, saat peluncuran buku karya Sri Bintang Pamungkas, awal tahun 2014]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar