Minggu, 11 Oktober 2015

MOELYONO DAN SEPATU BOLONG


                                      MOELYONO DAN SEPATU BOLONG
                                  (Perebutan Senjata Marinir Jepang di Gubeng)


Dengan berhati-hati kami (Hario Kecik dkk) menerobos dinding gedek dan pagar kawat berduri. Suasana di dalam kompleks musuh sepi. Kami bergerak berhati-hati memandang keadaan sekitar dengan perasaan tegang. Lorong yang dulu saya kenal sudah tidak ada, dinding sebelah gedung-gedung sudah dibongkar, tapi selokan masih ada. Pohon srikaya di ujung lorong juga tidak ada lagi. Saya ingat pohon itu karena kami sering menyempatkan diri memetik buah yang sudah matang, sebelum memanjat jeruji besi untuk bisa sampai ke Jl.Lokomotif.
                Di halaman rumah pertama kami temukan kendaraan berlapis baja kecil, di dalamnya kosong tidak ada senjata. Bangunan-bangunan di belakang rumah-rumah kuno itu, agaknya telah berubah fungsi menjadi gudang. Di dalamnya terdapat banyak sepatu kulit tentara Jepang, suku cadang mobil dan truk, dan kaleng-kaleng yang entah apa isinya. Tujuan utama kami adalah mencari senjata atau amunisi yang di situ tidak bisa kami temukan. Saya tekankan pada kawan-kawan agar jangan mengambil barang lain, seperti gelondongan kain driil dan bahan pakaian lainnya.                     
Mulyono, salah seorang dari kami, mengatakan bahwa sol sepatunya sudah berlubang. Kalau diijinkan dia bermaksud menukarnya dengan yang ‘baru’. ”Menukar bukanlah mengambil,” katanya dengan wajah serius.
Dalam suasana tegang seperti itu masih juga ada humor di antara kami.
          Permintaanya saya ijinkan, tetapi harus cepat dilaksanakan. Sangat tidak heroik seandainya ditembak mati musuh ketika sedang berganti sepatu.


Sumber : Buku “Pertempuran Surabaya” karya Hario Kecik, Penerbit Abhiseka Dipantara, 2012. [Seri Petikan Memoar Hario Kecik]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar